Pada acara diskusi buku, 6 Oktober 2023, yang mencoba melihat lebih jauh di balik dan di dalam karya terbarunya, Leila S. Chudori memberi penggambaran tentang isu-isu yang ada di dalamnya.

Berjudul Namaku Alam, buku ini merupakan spin off dari salah satu novelnya yang berjudul Pulang. Dalam diskusi yang diadakan di Gedung Serba Guna, FIB, Universitas Diponegoro, Leila S. Chudori bahwa novel Namaku Alam menceritakan kisah tentang seorang tokoh bernama Segara Alam dengan keunikan yang merundung dirinya sendiri. Keunikan itu adalah kemampuan photographic memory yang membuatnya mampu menangkap dan mengingat segala peristiwa yang dialaminya.

Dari kemampuan itu pula, kisah Segara Alam berjalan dari seorang anak kecil berusia 3 tahun hingga remaja. Pengalaman atas peristiwa-peristiwa yang dialaminya ketika masih kecil lantas menjadikan Alam tumbuh membawa beban ketakutan. Hal ini terjadi sebab identitas Segara Alam yang merupakan anak dari seseorang yang dituduh sebagai simpatisan salah satu partai terlarang di Indonesia pada periode 1965. Dari hal itu, Alam tumbuh membawa cap sebagai anak dari ‘pengkhianat bangsa’ oleh sesamanya.

Leila S. Chudori juga menyebutkan bahwa persoalan Namaku Alam lebih besar dari persoalan sang tokoh. Sebab, menurutnya, ada persoalan sejarah Indonesia yang belum jelas hingga kini bahkan persoalan pendidikan yang tampak tidak menumbuhkan pandangan kritis siswanya.

Setelah paparan dari Leila S. Chudori yang menjelaskan rupa-rupa hal di balik Namaku Alam dan prosesnya, sesi diskusi berlanjut dengan melibatkan para peserta yang hadir. Di bagian akhir acara, Leila S. Chudori menegaskan bahwa para generasi muda sepantasnya mempersoalkan sejarah yang ada dan tidak serta merta menerima kesejarahan yang ditulis dan dibukukan di buku-buku sekolah. (YF)