Sastra dan cinta adalah dua hal yang sering dikaitkan oleh masyarakat, yang seakan-akan telah menjadi stereotipe yang sangat melekat bagi anak sastra. Stereotipe tersebut menjadikan masyarakat sering menganggap bahwa anak sastra adalah pasangan yang nantinya akan menjadi pasangan yang romantis dan penuh dengan kata-kata yang puitis setiap harinya. Selain itu, dengan banyaknya anak sastra atau orang-orang yang menulis karya sastra, khususnya puisi dengan tema romantis akhirnya mendukung stereotipe tersebut. Banyak sastrawan menulis karya sastranya dengan tema romantis karena tema tersebut dirasa lebih mampu untuk menyampaiakan perasaan yang sulit diungkapkan. Selain permasalahan cinta, tentunya pada episode ini akan dibahas bagian patah hati yang selalu satu paket dengan cinta. Cinta dan patah hati merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan, ketika kita jatuh cinta tentunya kita juga akan merasakan patah hati.

Pada episode ini, Podcast Belantara menghadirkan dua narasumber yang cakap pada bidangnya, yaitu Yuniardi Fadilah atau yang dikenal dengan panggilan Mas Didit yang merupakan salah satu dosen Sastra Indonesia dan Almas Zhafrina Avrilia yang merupakan salah satu mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 22. Pada episode ini, Mas Didit dan Almas akan berbagi kisah romantisnya mereka kepada penonton dan tentunya juga akan stereotipe yang melekat pada anak sastra. Pun melihat pendapat dari Mas Didit dari sisi akademisi, dosen Sastra Indonesia, menanggapi stigma-stigma pada anak sastra yang kian banyak disorot oleh masyarakat. Dalam podcast edisi bulan ini, Mas Didit dan Almas akan membagikan pendapatnya dari sudut pandang yang berbeda. Jadi, pakah cinta dan patah hati bisa dijadikan sumber inspirasi dalam karya sastranya atau malah sebaliknya, dapat membuat sastrawan menjadi kurang bersemangat dalam menulis karya sastranya? Bisa kita nikmati bersama dalam Podcast Belantara edisi bulan Juli.