Sasindo — Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (FIB UNDIP) melalui Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia kembali mengadakan kegiatan tahunan SATASI (Sasindo Advokasi dan Aspirasi). Kegiatan yang diselenggarakan di Ruang Seminar Gedung D FIB UNDIP ini mengangkat tema besar mengenai kesadaran terhadap kekerasan seksual dan keberanian untuk bersuara di lingkungan kampus.

Acara berlangsung pada Sabtu (30/8) dengan menghadirkan dua narasumber utama, yakni Laura Andri Retno Martini, S.S., M.A., dan Vania Pramudita Hanjani, S.Sos., M.Si.

Pemahaman Kekerasan Seksual dan Perlindungan Korban

Dalam sesi pertama bertajuk “Kekerasan Seksual”, Laura Andri Retno Martini, S.S., M.A. menjelaskan bahwa kekerasan seksual tidak hanya berbentuk tindakan fisik, tetapi juga verbal dan simbolik yang mengandung unsur pemaksaan. Ia menegaskan bahwa diamnya korban tidak dapat dianggap sebagai bentuk persetujuan karena terdapat kondisi psikologis bernama tonic immobility—keadaan ketika tubuh tidak mampu merespons akibat rasa takut atau trauma. Contoh kasus, orang yang menyandang disabilitas, terdapat ancaman, mempunyai penyakit mental, dan lain sebagainya.

“Tanpa sadar, kita sering menormalisasi candaan yang bersifat seksis. Padahal hal semacam itu sudah termasuk bentuk kekerasan seksual,” ujar Laura.
Ia menekankan pentingnya pelaporan tertulis dan dokumentasi yang jelas untuk membantu penyelesaian kasus serta pentingnya peran pendampingan bagi korban.

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa keluarga dan lingkungan sekitar memiliki peran besar dalam edukasi dan pencegahan. “Edukasi tentang batasan diri harus diberikan sejak dini, terutama di lingkungan keluarga. Dengan begitu, individu dapat memahami haknya dan mampu melindungi diri dari tindakan pelecehan,” tambahnya.

Menumbuhkan Keberanian dan Empati

Sesi kedua menghadirkan Vania Pramudita Hanjani, S.Sos., M.Si. dengan materi “Berani Bersuara”. Ia mengajak mahasiswa untuk menumbuhkan empati serta berani mengambil sikap dalam menghadapi kasus kekerasan seksual. “Empati dan keberanian harus berjalan beriringan. Jangan langsung menyalahkan korban, tetapi bantu mereka agar merasa aman untuk bersuara,” jelasnya.

Vania juga menyoroti pentingnya peran mahasiswa dalam memantau proses penanganan kasus di kampus. Ia menegaskan bahwa transparansi dan keberpihakan pada korban merupakan langkah penting dalam menjaga nama baik kampus. “Nama baik institusi justru akan terjaga jika kampus berani menuntaskan kasus secara terbuka dan berkeadilan,” ujarnya.

Komitmen UNDIP terhadap Lingkungan Aman dan Inklusif

Dalam sesi penutup,Dr. Sukarjo Waluyo, S.S., M.Hum menyampaikan komitmen Sastra Indonesia FIB Undip untuk terus mendukung terciptanya lingkungan akademik yang aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan. “Sasindo berkomitmen bahwa tidak ada mahasiswa yang terhambat dalam proses akademiknya, baik karena menjadi korban kekerasan atau masalah biaya. Semua aspirasi akan ditindaklanjuti secara serius,” tegasnya.

Kegiatan SATASI 2025 menjadi langkah nyata FIB UNDIP dalam menumbuhkan budaya peduli, empati, dan keberanian bersuara di kalangan mahasiswa. Melalui kegiatan ini, diharapkan seluruh sivitas akademika dapat lebih memahami pentingnya perlindungan terhadap korban dan peran aktif dalam menciptakan lingkungan kampus yang aman, beretika, dan berkeadilan.

Dr. Sukarjo Waluyo, S.S., M.Hum., selaku Ketua Prodi Sastra Indonesia FIB Undip, mendukung penuh Satasi sebagai sarana untuk menyalurkan aspirasi mahasiswa Sasindo. Beliau berharap ini akan menjadi inspirasi bagi mahasiswa-mahasiswi lainnya untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan di Prodi Sastra Indonesia lainnya.