Keterpurukan setelah PON.
Agustus 2024 menyisakan memori yang sangat membekas bagi saya. Apabila diminta untuk menceritakan tentang satu tahun ini, saya rasa bulan Agustus adalah bagian yang menyesakkan diri. Bulan itu adalah bulan besar bagi para atlet di Indonesia. Sebab, pesta besar para atlet daerah diadakan saat itu. PON, atau Pekan Olahraga Nasional, merupakan puncak dari olahraga nasional yang resmi diadakan selama empat tahun sekali. PON jugalah yang menjadi mimpi besar para atlet baik itu daerah maupun nasional. Sama halnya seperti saya. Bagi saya, PON adalah impian yang telah saya bangun sejak 2021.
Akhir tahun 2023 saya berlatih untuk membawa kontingen Daerah Istimewa Yogyakarta. Tetapi, karena saya masih berstatus sebagai mahasiswa Universitas Diponegoro, Semarang, saya harus menerobos jalanan Ambarawa, Secang, dan Magelang
setiap minggunya hanya untuk berkuliah sambil berlatih. Hampir satu semester, seminggu dua-tiga kali setidaknya saya bolak-balik Semarang-Yogyakarta. Siang hari saya mengikuti kelas di Semarang, Sore hari kembali ke Yogyakarta. Kalau ditanya apa tidak lelah? Itu adalah resiko yang sudah saya ambil. Lalu, apakah pengorbanan saya membuahkan hasil? Sayangnya tidak. Pada tanggal 19 Agustus 2024, saya harus mengakui kekalahan setelah melawan Kalimantan Timur. Perolehan yang hanya selisih satu poin tersebut, tidak mampu menjadi bayaran perjalanan tiga jam Semarang-Yogyakarta. Banda Aceh adalah saksi ketidakberdayaan saya menghadapi kekalahan. Selang beberapa waktu saya menolak untuk menginjakkan diri di matras, mengenakan baju kempo, dan membahas dunia yang telah saya geluti sejak kecil itu. Perasaan tidak dapat memaafkan diri saya sendiri masih lekat sampai satu bulan.
Harapan
“Saya harap, Sayyida dan teman-teman nanti bisa membawa UNDIP di kejuaraan ini.” Ucap salah satu pelatih saya seraya menyodorkan informasi mengenai Kejuaraan Invitasi Mahasiswa Cabang Beladiri Jakarta 2024. Saya hanya mampu membalas dengan tawa getir. Rasanya belum pulih sakit setelah kekalahan PON, tetapi hidup harus tetap berjalan, bukan? “Aku ngga akan maksa kakak buat ikut.” tanggapan adik saya ketika saya meminta pertimbangan, haruskah saya berangkat ke Jakarta? Perasaan saya campur aduk. Antara khawatir, takut, dan bimbang. Ayolah, Sayyida. Mau sampai kapan kamu erasa takut? Mau sampai kapan menjadi pengecut? Sampai kapan mau memelihara perasaan kalah itu? Setelah berpikir panjang dan matang, saya memutuskan untuk tetap berangkat melawan semua kekhawatiran ini. Persiapan Kejuaraan Invitasi Mahasiswa Cabang Olahraga Beladiri 2024 di Jakarta kurang lebih selamat satu bulan. Dengan membawa almamater Universitas Diponegoro, saya dan teman-teman berangkat tanggal 5 November 2024 ke Gor Universitas Negeri Jakarta. Dalam satu tim ini, hanya saya yang menjadi perwakilan Sastra Indonesia, bahkan Fakultas Ilmu Budaya. Pertandingan dimulai dari penimbangan berat badan, kemudian pembukaan tanggal 6 November. Pada match pertama, saya harus berhadapan dengan mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Kami berhasil unggul satu poin di atas Universitas Negeri Yogyakarta. Pertandingan pun berlanjut sampai hari ketiga. Satu persatu pertandingan kami tuntaskan. Kami kerahkan seluruh kemampuan terbaik kami. Alhamdulillah, berkat doa dan dukungan seluruh pihak, saya mampu membawa emas setelah mengalahkan Universitas Pattimura. Secara keseluruhan UNDIP membawa pulang 5 emas, sebagai juara umum dua cabang
Kempo, dan juara umum dua di cabang olahraga beladiri. Perasaan saya lengkap dan bahagia. Saya merasa bangga mampu menutup 2024 ini dengan emas di tangan saya.
Komentar Terbaru