Minggu, 31 Juli 2022, Dr. Sukarjo Waluyo M.Hum., selaku ketua program studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro diundang sebagai pembicara sarasehan budaya pada rangkaian acara Jamasan dan pameran pusaka Keraton Jipang. Acara tersebut diselenggarakan oleh kumpulan pemuda pegiat pusaka (Paguyuban Tosan Aji Kuntul Ngantuk) di Desa Kentong, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora. Kegiatan yang digelar bersama Kraton Jipang, Lesbumi Padangan Bojonegoro, Lakpesdam Cepu, dan PBN korwil Blora ini diharapkan menjadi satu upaya pelestarian budaya. Selain Dr. Sukarjo Waluyo, hadir pula Agung G Wisnu selaku Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi SNKI dan Barik Barliyan Surowiyoto yang dipandang memiliki garis keturunan dengan Arya Penangsang.

Dalam sarasehan budaya tersebut, Dr. Sukarjo Waluyo, M.Hum. bersepakat bahwa acara yang diselenggarakan adalah suatu upaya pelestarian budaya. Lebih lanjut, Dr. Sukarjo Waluyo, M.Hum. menegaskan pentingnya upaya pelestarian budaya agar Jipang tidak diklaim oleh kabupaten lain.

“Ada banyak contoh, seperti tari Soreng, jelas pasukan Soreng adalah pasukan Jipang, tapi diadopsi oleh pemkab Magelang, tari Soreng sempat menjadi juara nasional tari nusantara, bahkan akhirnya diundang oleh Presiden Jokowi Istana Negara,” jelasnya.

Dr. Sukarjo Waluyo, M.Hum. dalam kesempatan yang sama juga menyebut bahwa keberadaan keraton Jipang dapat mendukung ekonomi kerakyatan. Hal tersebut didasarkan pada adanya potensi wisata yang melekat pada keraton Jipang sebagai produk budaya yang khas dari Kabupaten Blora.

Terkait kebenaran sejarah, Dr. Sukarjo Waluyo, M.Hum. menyatakan bahwa kebenaran sejarah bergantung pada perspektif yang digunakan. “Apakah Jipang itu kerajaan atau kadipaten, tinggal siapa yang mengatakannya. Sudut pandang yang di sana (kelompok kontra) akan beda dengan sudut pandang yang di sini (yang pro). Yang pasti, terjadi kekosongan politik kekuasaan saat itu setelah Demak (surut), ada perebutan wilayah (kekuasaan) antara Jipang dan Pajang. Kita belajar dari patahan-patahan sejarah, bagaimana kita tetap solid (dalam kerangka ke-Indonesiaan),” tegasnya.

Sebagai seorang peneliti yang mempelajari secara lebih dalam terkait Jipang beserta tokoh sentralnya—Arya Penangsang, Dr. Sukarjo Waluyo, M.Hum. telah membahas hal tersebut dalam bukunya yang berjudul “Arya Penangsang: Potret Sejarah Pertarungan Jawa Pesisir Vs Jawa Pedalaman”. Kebudayaan pesisir dengan segala kekayaannya ini juga menjadi salah satu fokus kajian dalam Sastra Indonesia, Universitas Diponegoro, yang kini dikelola oleh Dr. Sukarjo Waluyo, M.Hum. selaku ketua Program Studi. (Marta/Didit)