Yen wani ojo wedi-wedi, yen wedi ojo wani-wani

(kalau berani jangan takut-takut, kalau takut jangan berani-berani).

Kalimat motivasi yang diambil dari falsafah Jawa di atas, menjadi kunci bahasan dalam acara Bincang Alumni “Merdhamela! Nyambut Gawe Prakara Sastra!” baru-baru ini. Peserta kegiatan yang berasal dari mahasiswa sastra Indonesia (Sasindo) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Undip, didorong untuk tangguh dalam menghadapi tantangan di era global yang serba digital. Acara rutin tahunan yang diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia (KMSI) ini, menghadirkan tiga narasumber yang berkompeten di bidangnya masing-masing. Tiga narasumber sekaligus alumni Sasindo FIB Undip dan bekerja di Jakarta itu, (1) Dr. Tri Wahyu Retno Ningsih, doktor ilmu lingusitik di Universitas Gunadarma; (2) Muh. Abdul Khak, Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa; dan (3) Rosa Rusdaryanti, kreator dan pebisnis hiburan. Acara yang bertujuan untuk melihat peluang dan prospek kerja lulusan mahasiswa Sasindo ke depan ini, dimoderatori oleh Fajrul Falah, S.Hum. M.Hum, Pembina KMSI. Dosen Sasindo FIB Undip itu, memandu ketiga narasumber untuk berbagi pengalaman dan peluang kerja saat ini dan mendatang yang bisa diraih perserta.

Bahasa adalah kekuatan  

Tiga narasumber sepakat bahwa kekuatan utama mahasiswa Sasindo adalah (kemampuan) berbahasa. Di era teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang pesat, berpotensi memunculkan bahasa-bahasa (kosa kata) baru dan cara komunikasi yang lebih sederhana dan efektif. Oleh sebab itu, penguasaan dan kemahiran berbahasa termasuk teknologi menjadi penting. Pembicara Muh. Abdul Khak menyampaikan, untuk mencapai keberhasilan dan menjadi pribadi kompetitif, mahasiswa mengandalkan pintar secara akademik (IPK) tidak cukup, dibutuhkan kemampuan softskill (berbahasa) dan berkarakter, “Tiga hal untuk membentuk karakter; penguatan karakater, literasi dasar, dan kritis analitis” ujar adik kandung Kaprodi Sasindo FIB itu. Sementara itu, Dr. Tri Wahyu Retno Ningsih berbagi pengalaman kuliah dan memotivasi peserta untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Menurut alumni Sasindo angkatan 1994 itu, hidup di luar negeri tidak mudah dan banyak hal baru yang harus dipelajari, di antaranya penguasaan bahasa nasional, adaptasi lingkungan alam dan sosial. Akan tetapi kesulitan-kesulitan tersebut bisa dilewati karena ada tujuan mulia dan jelas, lulus segera menjadi dosen, “Tugas dosen tidak ringan, tujuan dosen itu membantu menemukan celah bagaimana mahasiswa bisa tertarik dengan pembelajaran yang diberikan,” tutur ibu asal Pati yang pernah belajar di Perancis ini.

Berbeda dengan kedua pembicara yang linear antara ilmu dengan profesinya, Rosa Rusdaryanti yang cenderung “menyeberang” dari bidangya, mendapat banyak pertanyaan dari peserta seputar awal berbisbis sampai sukses seperti ini. Perempuan kelahiran Gunungkidul Yogyakarta ini, memberikan tips kepada mahasiswa supaya berhasil untuk fokus, total, dan berani. Selain itu, mahasiswa diminta untuk terus mengasah kemampuan softskill, termasuk kemampuan berbahasa, supaya mampu mengubah jerih payah menjadi berkah. Mahasiswa Sasindo lulusan 1998 ini, mengaku ilmu bahasa yang didapatkan selama di kampus banyak diaplikasikan pada bidang perkerjaannya. Kemahiran berbahasa bisa diterapkan saat ini mulai memanfaatkan teknologi, membangun kepercayaan, menjalin negosisasi, networking dan menciptakan image, “Kekuatan kita adalah bahasa”, ujarnya penuh semangat dan mendapat tepuk tangan meriah dari peserta. Diakhir acara ada penyerahan kenang-kenagan dari panitia, dan ditutup sesi foto bersama narasumber dengan para tamu undangan.